Sudut Pandang
Kalau ditanyakan kepada kita: "hal apa yang paling serem?", jawabannya variatif, tapi kuyakin mayoritas banyak menjawab: "takut mati", "takut hantu", "takut tempat gelap", "takut masuk neraka" (eh beneran takut masuk neraka nggak seih? Kok saat ini manusia seru-serunya berbuat dosa :-D , ah tapi lagi nggak bahas soal itu, lupakan saja).
Kalau jawabanku, aku takut akan sudut pandang atau persepsi orang!
Loh bukannya itu hak setiap orang untuk berpikir dan mempersepsikan apapun juga menurut apa yang dia yakini benar, secara keyakinan, secara etika, secara prinsip yang dianut semenjak lahir hingga segede gaban saat ini mungkin?
Iya seih, setiap orang harus memiliki prinsip dan sudut pandangnya sendiri terhadap sesuatu, dan itu hak asasi, nggak bisa dipaksakan.. ah iya, nggak boleh dipaksakan loh ya :-)
Semisal, aku menjalani pekerjaan berkelilingku sudah semenjak 2009. Dan melewati semua jalanan Provinsi Jawa Timur bisa jadi lebih sering daripada orang sekitarku (kecuali profesi mereka sales, ampun deh, nyerah :-D ).
Namun butuh beberapa waktu untuk meyakinkan diri bahwa 'aku tidak sedang berputar' ketika menuju ke arah Barat dari Kota Surabaya, sebut saja jalan ke arah Mojokerto.
Perjalanan dimulai dari Terminal Bungurasih, keluar ke arah Sepanjang, Krian, Balongbendo, hingga Mojokerto.
Pernah merasa begini? Jadi ketika sudah sampai selepas garasi Sumber, nggak berapa lama akan bertemu bypass Krian, dan jalanan akan berasa 'belok kanan'.
Sebagai catatan, peta google maps ini dilihat dari udara, sisi atas adalah utara, dan sisi bawah adalah selatan.
Jadi ketika dari Surabaya menuju Mojokerto, brarti kita melaju dari sisi kanan gambar, dan akan bertemu ujung bypass Krian sisi yang ini, dan belokannya adalah belok kanan.
Lalu perjalanan melaju, dan berlanjut, di ujung jalan bypass satunya, akan ada belokan lagi, dan belok ke arah Kanan lagi!
Andai dirasakan, seolah membentuk 'U Turn', dari ujung bypass sisi 'Pokphand' kita belok kanan, dan di ujung sisi pom bensin Balongbendo kita belok kanan lagi. Muter dong? Balik arah Surabaya lagi dong?
Banyak orang yang kutemui, baiklah, sebut saja saya juga, memandangnya begitu. Secara 'logika', secara 'pembenaran perasaan', kita merasa: "iya kok! Habis belok kanan, terus belok kanan lagi! Brarti khan arah Surabaya putar balik!"
Lantas dengan hasil sudut pandang dan pembenaran perasaan itu, seiring dengan sebut saja kita merasa sudah berpengalaman, merasa lebih banyak usia, merasa lebih berpendidikan tinggi, merasa lebih paham soal banyak hal di dunia ini termasuk sisi religius semisal, kita jadi mempengaruhi dan memberikan dogma, stigma, dan justifikasi based on pemahaman itu.
"Ndak bisa! Pokoknya aku ini hebat! Aku ini sangar! Aku ini penguasa galaxy bimasakti! Aku ini hebat! Aku ini tahu dan ahli segalanya!"
Itu yang ada di benakku melihat orang-orang yang 'sudah merasa tahu banyak' dan lantas 'kemlinthi' dan lantas 'merasa bentar', karena dia yakin dia benar memang, sesederhana itu.
Sudut pandangnya, pemikirannya dia adalah itu tadi, bahwa: "di ujung jalan bypass Krian tadi aku belok kanan kok! terus belok kanan lagi, brarti muter! Ini benar! Ini sah!
Andai mau mencoba sudut pandang berbeda, andai mau berpikir lebih luas, lebih obyektif, menghargai hak pikir dan jalan pikiran yang berbeda, menanggalkan segala ego dan ke-aku-an yang sedemikian besarnya, bisa kok dipandang dari sudut pandang berbeda.
Sebenarnya bypass Krian itu seperti ini loh, jadi kita belok Kanan pertama itu, memang dalam rangka 'jalannya menjauh dari jalan utama', namun akhirnya ada belokan kiri yang smooth dan hampir ga kerasa (apalagi kalau jadi penumpang, lagi naik bis semisal).
Dan jalanan akan lurus, bertemu perempatan bypass, lurus lagi, dan ada belokan ke kiri smooth juga, hampir nggak kerasa andai nyetir sekalipun. Dan lalu lampu merah, dan ada belokan ke kanan seperti gambar kedua tadi. Lalu perjalanan berlanjut, dan, tetap ke arah Barat!
Oleh sebab itulah, bagiku hal 'terseram' saat ini adalah 'Sudut Pandang'. Beberapa orang, sangat amat yakin dia hebat, dia suangar, dan dengan sudut pandangnya akan sesuatu, dia merasa benar, dan memaksakan kebenaran itu ke orang lain.
Sedihnya, kalau orang itu, punya posisi, nggak presiden dari Galaxy Bimasakti seih, belum ada kok orang yang menempati jabatan itu, masih milik Tuhan semata :-D Hanya saja mereka merasa sehebat itu, seyakin itu sama sudut pandangnya, merasa sebenar itu, dan nggak mau memandang dari sudut pandang berbeda, memandang dunia dari sisi berbeda.
Dunia ini luas loh, banyak belajar, banyak berpikir, cobalah untuk mengerti dan memahami sudut pandang yang berbeda, budaya yang berbeda, kebiasaan yang berbeda, agar bisa tercipta masyarakat yang lebih baik, tercipta komunitas yang lebih akrab, tercipta kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih aman, damai sentosa dan sejahtera (ceilehh ;p ).
Mungkin sudut pandang orang lain belum tentu benar, baik.. maka dari itu kita harus obyektif, setidaknya kita sudah melihat sudut pandang berbeda, sudah melihat hal out of the box (keluar dari pikiran kita), sudah menanggalkan ego, menanggalkan ke aku an dan yang sedemikian besar itu, untuk menghargai jalan berpikir yang berbeda, well thats a start, kehidupan akan lebih baik dan harmonis apabila kita bisa menempatkan kapan harus stick to our principe, dan kapan harus mengerti dan menghargai orang lain, dan akhirnya bisa menciptakan komunikasi yang lebih baik lagi dengan sekitar dan sesama.
Kalau jawabanku, aku takut akan sudut pandang atau persepsi orang!
Loh bukannya itu hak setiap orang untuk berpikir dan mempersepsikan apapun juga menurut apa yang dia yakini benar, secara keyakinan, secara etika, secara prinsip yang dianut semenjak lahir hingga segede gaban saat ini mungkin?
Iya seih, setiap orang harus memiliki prinsip dan sudut pandangnya sendiri terhadap sesuatu, dan itu hak asasi, nggak bisa dipaksakan.. ah iya, nggak boleh dipaksakan loh ya :-)
Semisal, aku menjalani pekerjaan berkelilingku sudah semenjak 2009. Dan melewati semua jalanan Provinsi Jawa Timur bisa jadi lebih sering daripada orang sekitarku (kecuali profesi mereka sales, ampun deh, nyerah :-D ).
Namun butuh beberapa waktu untuk meyakinkan diri bahwa 'aku tidak sedang berputar' ketika menuju ke arah Barat dari Kota Surabaya, sebut saja jalan ke arah Mojokerto.
Perjalanan dimulai dari Terminal Bungurasih, keluar ke arah Sepanjang, Krian, Balongbendo, hingga Mojokerto.
Pernah merasa begini? Jadi ketika sudah sampai selepas garasi Sumber, nggak berapa lama akan bertemu bypass Krian, dan jalanan akan berasa 'belok kanan'.
Sebagai catatan, peta google maps ini dilihat dari udara, sisi atas adalah utara, dan sisi bawah adalah selatan.
Jadi ketika dari Surabaya menuju Mojokerto, brarti kita melaju dari sisi kanan gambar, dan akan bertemu ujung bypass Krian sisi yang ini, dan belokannya adalah belok kanan.
Lalu perjalanan melaju, dan berlanjut, di ujung jalan bypass satunya, akan ada belokan lagi, dan belok ke arah Kanan lagi!
Andai dirasakan, seolah membentuk 'U Turn', dari ujung bypass sisi 'Pokphand' kita belok kanan, dan di ujung sisi pom bensin Balongbendo kita belok kanan lagi. Muter dong? Balik arah Surabaya lagi dong?
Banyak orang yang kutemui, baiklah, sebut saja saya juga, memandangnya begitu. Secara 'logika', secara 'pembenaran perasaan', kita merasa: "iya kok! Habis belok kanan, terus belok kanan lagi! Brarti khan arah Surabaya putar balik!"
Lantas dengan hasil sudut pandang dan pembenaran perasaan itu, seiring dengan sebut saja kita merasa sudah berpengalaman, merasa lebih banyak usia, merasa lebih berpendidikan tinggi, merasa lebih paham soal banyak hal di dunia ini termasuk sisi religius semisal, kita jadi mempengaruhi dan memberikan dogma, stigma, dan justifikasi based on pemahaman itu.
"Ndak bisa! Pokoknya aku ini hebat! Aku ini sangar! Aku ini penguasa galaxy bimasakti! Aku ini hebat! Aku ini tahu dan ahli segalanya!"
Itu yang ada di benakku melihat orang-orang yang 'sudah merasa tahu banyak' dan lantas 'kemlinthi' dan lantas 'merasa bentar', karena dia yakin dia benar memang, sesederhana itu.
Sudut pandangnya, pemikirannya dia adalah itu tadi, bahwa: "di ujung jalan bypass Krian tadi aku belok kanan kok! terus belok kanan lagi, brarti muter! Ini benar! Ini sah!
Andai mau mencoba sudut pandang berbeda, andai mau berpikir lebih luas, lebih obyektif, menghargai hak pikir dan jalan pikiran yang berbeda, menanggalkan segala ego dan ke-aku-an yang sedemikian besarnya, bisa kok dipandang dari sudut pandang berbeda.
Sebenarnya bypass Krian itu seperti ini loh, jadi kita belok Kanan pertama itu, memang dalam rangka 'jalannya menjauh dari jalan utama', namun akhirnya ada belokan kiri yang smooth dan hampir ga kerasa (apalagi kalau jadi penumpang, lagi naik bis semisal).
Dan jalanan akan lurus, bertemu perempatan bypass, lurus lagi, dan ada belokan ke kiri smooth juga, hampir nggak kerasa andai nyetir sekalipun. Dan lalu lampu merah, dan ada belokan ke kanan seperti gambar kedua tadi. Lalu perjalanan berlanjut, dan, tetap ke arah Barat!
Oleh sebab itulah, bagiku hal 'terseram' saat ini adalah 'Sudut Pandang'. Beberapa orang, sangat amat yakin dia hebat, dia suangar, dan dengan sudut pandangnya akan sesuatu, dia merasa benar, dan memaksakan kebenaran itu ke orang lain.
Sedihnya, kalau orang itu, punya posisi, nggak presiden dari Galaxy Bimasakti seih, belum ada kok orang yang menempati jabatan itu, masih milik Tuhan semata :-D Hanya saja mereka merasa sehebat itu, seyakin itu sama sudut pandangnya, merasa sebenar itu, dan nggak mau memandang dari sudut pandang berbeda, memandang dunia dari sisi berbeda.
Dunia ini luas loh, banyak belajar, banyak berpikir, cobalah untuk mengerti dan memahami sudut pandang yang berbeda, budaya yang berbeda, kebiasaan yang berbeda, agar bisa tercipta masyarakat yang lebih baik, tercipta komunitas yang lebih akrab, tercipta kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih aman, damai sentosa dan sejahtera (ceilehh ;p ).
Mungkin sudut pandang orang lain belum tentu benar, baik.. maka dari itu kita harus obyektif, setidaknya kita sudah melihat sudut pandang berbeda, sudah melihat hal out of the box (keluar dari pikiran kita), sudah menanggalkan ego, menanggalkan ke aku an dan yang sedemikian besar itu, untuk menghargai jalan berpikir yang berbeda, well thats a start, kehidupan akan lebih baik dan harmonis apabila kita bisa menempatkan kapan harus stick to our principe, dan kapan harus mengerti dan menghargai orang lain, dan akhirnya bisa menciptakan komunikasi yang lebih baik lagi dengan sekitar dan sesama.
Komentar
Posting Komentar