Pandemi?

Sejak tahun 2016, Kamus Oxford mendisikan Post Truth sebagai kondisi di mana fakta tidak terlalu berpengaruh terhadap pembentukan opini masyarakat dibandingkan dengan emosi dan keyakinan personal.

Ini yang terjadi sejak, sebut saja Maret 2020, ketika dunia "dilanda pandemi" covid19. Banyak hal membuat kita heboh, bahkan jalanan sempat sepi dan 'enak' sekali dibuat berlalu lintas karena pembatasan ini dan itu, walau tetep aja aku masuk kerja aja.


Sisi Post Truth nya dimana?


Sebut saja sudah hampir 2 tahun sejak kejadian. Manusia belajar sesuatu? Oh tentu tidak!

Walau fakta banyak mengatakan bahwa tingkat kematian (maaf banget) "hanya" 3% dari populasi (maaf banget sebelumnya, tanpa menafikkan perasaan keluarga yang ditinggalkan), hanya saja tidak pernah diteliti lebih lanjut (dan memang sengaja tidak untuk diketahui public:
1. yang banyak meninggal yang dirawat di rumah sakit / isolasi mandiri di rumah

2. yang meninggal punya penyakit bawaan / faktor psiklogis yang mempengaruhi bagaimana


Hal-hal dasar tersebut berhasil membuat post truth bahwa: pokok nya kena covid = mati!
Dan membuang fakta-fakta penyakit lain atau tindakan apa yang diberi sehingga menyebabkan kematian tersebut.


Kini pun masih disibukkan dengan 'jargon' : waspada, awas! prokes! dan sebagainya yang terdengar bagus dan indah tapi tujuannya satu: menakuti, bukan mengedukasi.

Lha edukasi yang bener gimana?

Ya diteliti virusnya, ada yang melakukan? Dokter dengan gelar segambreng sejeret? Ada yang mau edukasi dengan lebih spesifik selain 'menakuti' dengan kalimat berulang yang menjadi sebuah 'standart' baru: waspada, awas, prokes tersebut?

Ndak ada yang pengen mengisolasi virusnya, mempelajari bagaimana cara agar tidak terpapar, atau memperbaharui metode usap yang hanya sekedar mendeteksi paparan bukan infeksi?

Atau memang sengaja dibuat begitu, dan memang mereka berhasil dengan sukses lho!

Sampai sekarang pun masih semua 'takut', tanpa sadar bahwa proses imunologi dan virologi dasar, bahwa tubuh cukup mengingat 1 kali virus covid. Entah dari vaksin, atau dari infeksi alami.

Coba sekarang sudah 2 kali vaksin, sudah 1 kali kena, masih dibilang positif, hanya karena diambil usap dari hidung, ya bener aja, cuma melihat paparan saja.

Cuma karena jargon dan post truth sudah terlanjur mengakar kuat di masyarakat, jadi kalau sudah positif ya positif! Harga mati!

Lalu gunamu vaksin kemarin apa? Gunamu kena infeksi alami (lagi) bahkan apa? Masih ditambah sekarang vaksin booster, dan sudah booster ke 3 pun kalau 'sekedar' ngukur dari usapan paparan di hidung, ya tetep aja ada, wong fakta bahwa varian omnicron ini yang melekat kuat karena protein S nya yang beda (tapi tetap dengan 98% ini covid19 yang sama dengan virus Wuhan). Ya mau sampai kapan? Sampai jalanan penuh dengan Ferarri, Lamborghini, McLaren, dan ntah mobil mewah apalagi yang untung besar dari bisnis ini? 

Ntahlah, jangan sampai, semoga era post truth soal covid ini segera berlalu. Capek begini terus, negara lain sudah move on (karena tidak ada kepentingan bisnis besar di balik "pandemi" nya), Indonesia masih rajin dikuras kekayaaan nya demi membiayai "proyek" covid19 yang (sengaja) dibuat tidak selesai ini. Mumpung post truth menjadi "truth" beneran, karena semua masyarakat berhasil dibuat yakin bahwa fakta yang ada "salah" , dan secara emosional percaya mentah-mentah "pandemi" yang sedang terjadi.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

103(2) Koneksi Internet Anda Terputus. Silahkan Ulangi Beberapa Saat Lagi.

Memperbaiki Bootloop Blackberry 8520